Sabtu, 20 Desember 2014

RENUNGAN PERANTAUAN

Kami bertukar suara,
suaraku dan suaranya yang melahirkanku.
Kami membincangkan masa depan
tentang rencana dimana adik akan disekolahkan.
Dan aku menyarankan
untuk melepas adik ke perantauan,
agar ia hidup dalam kehidupan,
agar ia terdewasakan oleh kemandirian.
Ibu ternyata mengisyaratkan elakan
"Lalu Bapak Ibu akan di rumah sendirian?"


Hatiku seperti dihentakkan.
Benar apa yang beliau pertanyakan.
Bila adik juga dirantaukan,
Bapak Ibu akan berdua kesepian.

Orang tua,
sesukses apapun anak-anaknya,
mereka pun butuh sosok yang hadir, nyata
di sisi mereka,
butuh bertemu wajah-wajah yang selalu dirindunya,
butuh bercengkerama seperti dulu merawatnya,
butuh kasih sayang sederhana melalui sikap dan tutur anaknya.

Maka saat yang lain bermimpi tinggi-tinggi ke negeri orang,
aku justru hilang selera dan gamang.
Semakin jauh aku pergi,
akan menjadi langka interaksi kami.
Itukah yang namanya berbakti?
Menyuapi mereka dengan timbunan prestasi,
namun mencium tangan mereka menjadi tak pernah.
apalagi membumikan dahi berjama'ah,
membiarkan mereka melakukan pekerjaan
yang seharusnya bisa kita ringankan.
Itukah namanya berbakti?
Hanya kabar dan uang pada mereka tak putus kukirimi,
namun jasad selalu absen menemani,
sedang uban mereka bertambah banyaknya,
dan sukma bisa tercabut kapan saja,
menjadikan pertemuan impian
menjadi tak mungkin dilakukan.
Itukah namanya berbakti?
Menyiksa mereka dengan nikmatnya rindu,
Mencekik mereka dengan harapan segera bertemu,
Merantai mereka dengan rasa cemas tentangku.
Itukah namanya berbakti?
Tanyaku pada diri sendiri.

Orang tua,
pasti bahagia atas kebahagiaan anak-anaknya.
Sayangnya sebagai anak,
aku sering lalai tentang apa sebab bahagia mereka.
Padahal sederhana...
Mereka tidak melulu menuntut uangku
Mereka bahkan tak begitu paham arti nilai IP-ku
Mereka awam makna sertifikat dan piala itu
Mereka lebih menghargai KEBERSAMAAN
Mereka nampak lebih bahagia mendengar ku berkata
"Aku besok pulang."
Mereka terlihat senang saat menungguku sampai di pelataran.
Mereka... dan tangan mereka merengkuhku penuh kasih sayang.

Aku tahu mereka pasti menopang mimpiku,
Takkan mereka sandung niatku.
Bahkan rumah, sawah, dan apapun yang mereka punya
pasti mereka uangkan untuk memudahkan jalanku.
Tapi aku harus sadar diri
bahwa aku harus mengubah mimpi ini
agar di hari tua mereka aku dapat menemani
atau setidaknya aku masih di pulau yang sama mereka huni
agar kelak terbalas kasih sayang mereka pada kami
atau setidaknya sebagian dari peluh selama ini
agar mereka tak hanya bisa menikmati uang dan kemudahan
tapi juga mendapat sebenarnya KELUARGA dan KEBERSAMAAN



[20122014]

1 komentar:

Komentari yang sudah diBACA yuk :)