Rabu, 22 Februari 2017

DEL: Talk is Cheap


Pernah dengar lagunya Secondhand Serenade yang "Fall for You"?? Kalau kamu dengerin lagu itu, pasti bakal nemu frasa "talk is cheap" di liriknya. Apasih itu artinya??

TALK IS CHEAP bukan berarti ngomong itu murah. Kata murah di sini bermakna konotatif alias kiasan aja. Berdasarkan konteksnya, kata cheap menjadikan kaliamat itu bermakna "ngomong tuh gampang". Menurutku sih logikanya biar paham nih, sesuatu yang murah kan mudah didapat atau dibeli. Make sense lah ya, hahaha. 

Intinya, talk is cheap itu ungkapan yang artinya mudah bicara seolah akan melakukannya tapi realisasinya belum tentu semudah itu. Ungkapan ini biasanya diucap sebagai respon kalau ada orang berjanji dan kita merasa gak percaya kalau orang itu bakal nepatin janjinya; atau ketika seseorang meremehkan sesuatu seolah apabila dia yang melakukannya dia pasti bisa. 

Contoh konteks 1
Danny   : "Hey sweetheart, are you still angry?"
Jill        : (keep silent)
Danny   : "Come on! Okay, I promise I will take you to a-week-trip in Hawaii next holiday. I will ask for some day off."
Jill        : "Talk is cheap. I bet you will break your promise again and say that your work is getting hectic"

Contoh konteks 2
Henry   : "Lisa, why can't you handle it? It's just something simple to do and you mess it up."
Lisa      : "Talk is cheap, Henry. Try doing it by yourself."

Nah gimana? Gampang kan? Sekarang kamu bisa praktekin di percakapan sehari-harimu...

Rabu, 08 Februari 2017

(BUKAN) KAMUS BERJALAN

Sumber: Pinterest
"Tring!" Sebuah pesan masuk. Lalu diikuti beberapa pesan lain. Isinya adalah kiriman foto atau screenshoot sebuah teks 1 halaman yang diikuti pesan "Mbak, bahasa Inggrisnya apa?" Kadang juga ada pesan copy-paste 1 paragraf lebih yang disusul kalimat "Dwis, bahasa Inggrisin dong!" Bahkan pernah juga mengirimi soal-soal bahasa Inggris dengan bubuhan pesan "Mbak, tolong bantuin ngerjain ya. Itu nomer 23-30 jawabannya apa?"

Umumnya jawaban andalanku:
"You try first." 
"Coba kalau menurutmu gimana dulu?"
"Kirim versimu? Nanti coba ta koreksi kalau ada yang kurang tepat."
"Yang perlu dijelasin atau belum bisa yang bagian mana?"

Ada yang kemudian balas lagi "Okay deh ta coba dulu ya, nanti benerin." Ada pula yang balas "Ayolah... aku nggak bisa." atau "Duh nggak bisa semua, makanya nanya."

Well, saya sudah gemes pingin nulis uneg-uneg ini dari dulu. Dan serius deh aku nggak bisa nulis ini dengan versi santun mendayu-dayu. Kayaknya memang harus kutulis lugas.

Entah pengalaman begini memang dialami sama semua anak jurusan bahasa sastra Inggris, pendidikan Inggris, de el el yang berbau-bau Inggris) atau nggak. Bukannya nggak mau bantu ya tapi aku (mungkin juga mewakili anak bahasa Inggris yang lain) paling geregetan kalau pada nanya bukan karena mau belajar tapi emang karena males. Keliatan kaleee. Pesan-pesan itu dari segi bahasa pun kesannya maksa, nyuruh, bukan minta tolong. Beneran deh aku pun jadi malas meladeni sebenarnya, karena aku juga sedang melakukan kesibukanku. Dipikir gampang dan cepet apa nerjemahin segitu. Nggak tahu sih karena ada sisi perfeksionis atau gimana, aku selalu butuh ngecek bener nggaknya beberapa istilah melalui aplikasi kamus Cambridge. Atau setidaknya utak-atik kalimat terjemahannya biar lebih sesuai konteks dan bahasa. Apalagi kalau memang teksnya bertema bidang khusus ya aku juga harus nyari vocab yang nggak kuhafal. Aku bukan orang Inggris asli, juga bukan orang dengan IQ super tinggi, jadi aku nggak hafal jutaan vocab di kamus ya. Bahasa Indonesia aja ada kosakata yang nggak kutahu dan hafal. Lagipula, sebagai anak Bahasa Inggris tentu aku punya tuntutan (sekaligus beban) moral buat ngasi terjemahan yang bener, tuntutannya yang lebih gede daripada anak jurusan lain tapi pinter bahasa Inggris. Kalau salah, kurang tepat, terdengar aneh, toh pasti pada protes kan?? 

Jadi please, tolong, kumohoooon, jangan jadikan aku kamus berjalan andalan kalau kalian lagi mendadak butuh tapi males nerjemahin (ya keleus bagian yang kalimat sederhana "Saya berpikir bahwa...." atau "Saya suka memasak" dan kalimat sederhana lainnya harus banget saya terjemahin? Nggak tahu atau pada nggak mau tahu sih??), atau kalau kepepet pas ujian langsung ngirim soal nyuruh njawabin, atau kalau mau sok-sokan ngirim chat bahasa Inggris ke gebetan, dan aneka alesan njengkelin lainnya. Please don't do that to me again! I'm pissed off. Really. Njengkelin tau...

Beda dengan yang memang niat belajar. Dari bahasa aja udah beda, jelas lebih sopan dan enak didengar.
"Mbak bahasa Inggrisnya ...... apa ya?"
"Kalau dirangkai jadi kalimat bener begini nggak, mbak?"
"Mbak tolong koreksikan kalimat saya ini bener nggak ya?" (asal nggak dadakan minta dikoreksikan berlembar-lembar hasil google translate deh)
Aku bakal lebih respect dong pastinya, apalagi kalau: "Mbak, translate di mbak per halamannya berapa ya? Aku mau minta tolong nerjemahin nih..." (eaaaa...hahaha, rejeki nih susah nolaknya).

Intinya sih, cobalah sedikit respect sama ilmu dan waktu orang lain. Ini nggak cuma berlaku buat anak bahasa Inggris aja lhoh. Pun berlaku pada temanmu yang bisa desain, bisa ngomik, bisa ini, bisa itu. Minta tolong boleh, but please respect and have a heart! Thanks.

Senin, 06 Februari 2017

PESAN DIRI: Last Minute


Hei, Dwis di masa mendatang... Aku menulis ini saat menyadari sebuah kesalahan yang sering terulang bahkan sudah seperti kebiasaan. Semoga saat kau membaca ini, kebiasaan buruk ini sudah hilang sehingga membaca catatan ini cukup jadi kenangan, bukan lagi peringatan.

Kau di masa ini terbiasa mengerjakan sesuatu di waktu-waktu deadline hampir berakhir. Prakiraku, mungkin kebiasaan ini terbentuk saat masa-masa padat perkuliahan yang kau sambi mengurus organisasi dan bekerja. Saat itu kau seperti kejar-kejaran dengan deadline ini dan itu. Usai mengerjakan satu hal, pekerjaan lainnya sudah melambai-lambai. Deadline kerjaan, tugas kuliah, serta urusan organisasi seperti sudah antri mengular dan menuntutmu mengatur waktu sedemikian rupa. Wajar bila kau memang mengerjakan satu per satu di akhir waktu. 

Namun, aktivitasmu saat ini meski masih padat, tidaklah sepadat dulu. Kebiasaanmu itu tidak seharusnya masih berlaku. Hingga suatu hari, kau ditampar oleh pengalaman, sang guru terbaik.

3 Februari, hari terakhir melaksanakan KRS. Dan ternyata KRS-an semakin rumit administrasinya. Pertama, kau harus login ke repository untuk registrasi ulang. Lalu tertiba ada peraturan baru bahwa kau harus upload scan ijazah, SKHU, dan KK. Jika beres, barulah bisa login SIAKAD untuk mengisi KRS. Usai itu, kau harus cetak dan bertemu dengan PA.

Dan ingat apa yang terjadi? Tetiba semua semakin rumit saat ada kesalahan sedikit saja. Voila... repository untuk update data registrasi ulang error. Aneh... jelas-jelas tertera registrasi terakhir tanggal 3 namun tanggal 3 itu juga akses sudah dinonaktifkan. Aarrgh... Solusinya? Mau tak mau kau harus mengurus ke bagian IT dulu untuk membukanya. 

Akses sudah terbuka. File scan KK, ijazah, dan SKHU pun sudah siap untungnya (untuk masalah administratif yang ini sudah kau antisipasi sejak pertama datang ke Jogja, agar tidak merepotkan Ibu-Bapak untuk kirim-kirim atau malah kau harus bolak-bolik ke Malang). Namun kau lupa email studentmu apa. Email itu sebelumnya tidak disyaratkan dan tidak pernah terpakai sejak semester pertama. Belum lagi namanya sudah default dari kampus tapi passwordnya sudah pernah kau ganti sebagai syarat keamanan akun. Untungnya, ada pilihan "lupa password" yang dapat mengirim ke email aktif digunakan saat ini. Tapi ya tetep, ini ribet.

Begitu berhasil masuk dan selesai update data yang sebenarnya tidak ada perubahan namun harus mengisi ulang karena setting form yang baru, saatnya mengisi KRS. Untuk membuka KRS kau harus mengisi password dengan PIN yang diberikan di kwitansi pembayaran terakhir. Buka dompet, dan violaa...kwitansi tidak ada di tempatnya. Malah ada kwitansi semester-semester sebelumnya. Dompet sudah seminggu tidak dibuka karena tak ada uangnya, kok sekali buka dompet begini amat kejutannya. 

Okay, mau tak mau ke bank lagi minta cetak rekap. Eh ternyata tidak boleh, tapi tetap dicatatkan PIN untuk login. Pulanglah ke kos untuk akses karena di bank itu sinyal operatorku tidak bagus. Sampai kos, tetap tidak bisa dan salah log in. Hmmm... apa aku tadi salah dengar atau salah mencatat?? Tapi rasanya tidak. Yasudahlah, kembali ke bank yang lebih dekat, Kopma Core lantai 3. Well, sampai di sana kau dapat zonk, Dwis. Teller tidak mau memberi rekap walau sekedar PIN. Bank yang sama kok beda-beda aturannya sih?? Grrr...

Okay, saatnya ke rektorat bagian keuangan di lantai 3 buat lebih amannya. Fine, dengan 3 ribu rupiah. Rekap kwitansi ada di tangan. Waaa... berbinar-binarlah. Belajar dari apa yang terjadi di bank, langsung login aja pakai hape buat ngecek. Tapi, ternyata pttt hape lowbat. It's okay. Balik kos saja, sekalian kalau sudah login bisa segera sarapan di jam makan siang, pikirmu. Sungguh urusan KRS ini menguras tenaga dan emosi (alaaaayyy)

Sampai di kos zonk lagi. Kok tetap tidak bisa... Arrrgh...

Usut punya usut, setelah teman kos yang lebih berkepala dingin daripada yang sedang tidak karuan ini mengecek semua kwitansi spp di dompet, tahulah bahwa ternyata semua password yang dikasih bahkan yang dari rektorat itu adalah password semester lalu-lalu. 

Capek adek, baaaang, tapi ya mau bagaimana lagi. Balik rektorat lagi tapi harus dengan hape yang sudah terisi pastinya. 

Sampai sana, kau jelaskan bla bla bla. Bapak yang mengurusi dengan enteng jawab "Oo... nggak sinkron ini, Mbak, datanya." Bapaaaak... kan dari awal saya sudah matur ini mau buat login KRS jadi minta yang baru, kok nggak dipilihin dari tadiiii (njerit dalam hati). Udah lah, yang penting akhirnya 

Waktu sudah selesai semua urusan ini itu (dan sampai tertidur pulas di kamar teman kos saking capeknya) akhirnya bisa berpikir dingin lagi sambil mikir: 

Kenapa tak kau lakukan dari seminggu lalu, Dwis?? Kalau ada eror atau sesuatu hal yang jelas tidak diinginkan kan jadi tidak se-kemrungsung ini. Makanya ya, lain kali jangan mepet deadline. Trus truus, makin ribet tuh administrasi kampus, makanya ya cepet lulus! Apa mau mepet deadline juga lulusnya?!? Deerrr! 

Kamis, 02 Februari 2017

RUMPUT TETANGGA LEBIH HIJAU

Ikada, Sintha, and me

Siapa yang tak tahu peribahasa ngehits ini. Ya ngehits karena memang banyak dialami generasi masa kini, apalagi dengan adanya medsos. Gak jarang kan nemuin (atau malah yang nulis) komen begini:
“Wah jalan-jalan terus ya?” | “Cieee main mulu” | “Dolan ae, Rek!”

Padahal bisa jadi postingnya latepost, bisa jadi itu bukan yang sedang terjadi tapi yang sedang diingini atau dikangeni, bisa jadi itu bukan lagi kenyataan tapi harapan, bisa jadi dia jalan-jalan karena kerjaan bukan hiburan, tapi yang komen tadi udah baper sendiri pengen kayak yang ngepost dan ngejudge “hidupnya pasti lebih nyenengin dari hidupku”.

Padahal kalau kupikir-pikir, normalnya yang diposting orang-orang memang momen seneng, apalagi di IG. Kan berbagi bahagia lewat foto. Ya kaleus masa’ pantes kalau kita posting foto lagi nangis karena over-stressed sama masalah pribadi, lagi manyun karena gak rampung-rampung skripsi, lagi berantakan karena deadline kerjaan, lagi kebingungan karena bokek belum terima gaji, lagi suntuk karena due date bayar itu dan ini, dan macem-macem sisi lain yang gak kita ketahui. Gak pantes kan?!? Kurang²in deh pikiran ‘rumput tetangga lebih ijo’, nih rumput pelataran candi jelas lebih ijonya. Now live your own life 🙆🙌🙋.

©DwisRiyuka | 201701

📷 taken by @dwisetyo__

RINDU

Rindu

Ada dua macam kerinduan. Yang pertama tersebab pernah mengalami dan ingin mengulangnya lagi. Yang kedua tersebab belum pernah mengalami dan ingin merasakannya suatu hari sehingga rela menanti hingga datangnya hari. (Parafrasa kutipan @fahdpahdepie, 2011 -kalau nggak salah- dalam video “Revolvere Project”)

Bicara tentang rindu, pernahkah mengalami keduanya? Ya… Sepertinya setiap dari kita lumrah bila pernah dilanda rindu. Kerinduan-kerinduan sederhana (namun berbeda) seperti rindu masakan bunda atau justru rindu ingin mencoba makanan unggahan akun kuliner yang sedang muncul di beranda; seperti rindu sama hp jadul kesayangan itu atau justru rindu ingin membeli hp baru; seperti rindu guru, rekan, saudara, serta kawan lama yang sekian waktu tak lagi jumpa atau malah rindu ingin bertemu dengan Rasul-Nya kelak di surga; seperti rindu pada seseorang dari masa lalu atau justru pada seseorang di masa depan yang sebenarnya belum kita tahu; seperti rindu masa-masa awal perjuangan kuliah atau malah rindu ingin diwisuda segera sajalah.

Sederhana ya rasa rindunya, namun sesederhana apapun kerinduan itu (yang pertama ataupun yang kedua), akibatnya pada sang perindu tak pernah sederhana. Rindulah yang membuat seseorang bertindak atau berubah. Kerinduan pertama memacu diri, kerinduan kedua pun demikian. Sebab rindu pada ibu, diri terpacu tuk menyelesaikan segala urusan demi segera bertemu. Sebab rindu pada orang-orang yang dulu ditemui, diri tergerak untuk bersilaturahim kembali. Sebab rindu ingin hp baru, diri termotivasi untuk lebih giat bekerja. Sebab rindu pada Rasulullah, diri terpacu untuk meneladani dan berubah, hijrah. Sebab rindu ingin sarjana, diri tercambuk untuk merampungkan tugas akhir segera. Begitulah, cara kerja gaya rindu menekan manusia untuk berubah.

Jadi kerinduan macam apa yang tengah kau alami kini? Apapun itu, semoga rindu itu tetap kau tuntun ke arah yang baik dan membaikkanmu.

©DwisRiyuka | 20160130