Jumat, 11 Oktober 2013

Matahari Terbit: Untuk Sang Gadis Kota Malang

Thank you my fella (Ninda Arum Rizky Ratnasari) for this post

Matahari Terbit: Untuk Sang Gadis Kota Malang
Dear Dwi Sri Wahyu Amalika aka Dwis Riyuka  Cuyung          
Sedang menangis ya? Hehe Sebelum mulai berkicau, ...
Sebelum mulai berkicau, sedikit kuceritakan “behind the scene” dari balada kenang-kenangan ulang tahun yang terlambat 1 bulan itu. Jadi, sudah jelas sebelumnya bahwa SEHARUSNYA kotak bersampul merah lucu itu sudah kau terima September lalu. Namun, pada saat itu aku juga agak lupa persisnya kenapa rencana untuk “mengerjai”mu seperti layaknya ulang tahun kawan-kawan yang lain selalu menemui kendala untuk dieksekusi. Rencananya sudah matang lho di pikiranku! Sudah ku bayangkan juga buteknya wajahmu kala kau merasa bĂȘte karena kubuat kesal, lalu kawan lain datang membawa kue ultah dengan lilin-lilin yang menyala dan lagu Happy Birthday yang bergema. Sungguh aku lupa kenapa rencana yang sudah matang itu buyar! Sepertinya karena padatnya agenda di UKM Penelitian dan pikiranku teralihkan dengan amanah di tempat lain. So sorry dear, I do apologize     

            Sampai tiba hari ini. Kau boleh manyun padaku karena aku memang sungguh pelupa kelas berat. Satu bulan berlalu begitu saja tanpa aku pernah ingat bahwa aku berencana memberi kejutan untukmu. Sungguh! Dan mulai seminggu lalu, kotak bersampul merah lucu itu selalu kubawa dalam tas kura kura cokelatku. Menanti momen yang tepat untuk kuberikan padamu. Aku sudah tak peduli akan semua rencana kejutan untukmu karena aku tahu hal itu sangat konyol bila mengingat waktu yang sudah terlewat begini lama. Lagipula, kau semakin menua bukan? Coba sebutkan berapa umurmu. Bukan waktunya lagi untuk dirayakan dengan haha hihi, siraman air dan tepung, ataupun balon warna warni. Maka, malam ini, di bawah langit berbintang di pelataran parkir SC, diiringi tatapan mata belahan hatimu, aku berlutut dihadapanmu … *mulai menjijikkan pemirsa*

        Aku : “I know, it’s too late, but late always been better than never. *nyodorin kado”         Kau  : “…………………………..”
            
            Speechless. Ya, kau speechless. Selama sepersekian detik sebelum meledaklah tawa kita bertiga. Mas Syafiq menertawakan kekonyolanku sembari berkata bahwa ini sudah telat 1 bulan. Bodo amat, pikirku. Toh, daripada tidak sama sekali kan? Maka, inilah kulminasi kejutan gagal untuk ulang tahunmu. September memang bulanmu, namun Oktober ini kuharap juga akan terkenang olehmu selamanya.
            Tak ada siraman tepung. Tak ada yang memapah kue ulang tahun berhias lilin yang menyala. Tak ada lagu Happy Birthday. Tak ada kejutan klise. Namun, inilah persembahan terbaikku. Semoga kenang-kenangan dariku itu mampu mewakili sejuta perasaan sayangku untukmu, sahabat paling cerewet, berisik, gaduh, ramai,lebay, alay, tapi gak semlohay.
            
Selamat Menjadi 22 tahun, my best friend, my best partner in crime, my best secretary.
       Semoga usiamu barokah, hari-harimu semakin diberkati, dan segala kemuliaan selalu menyertaimu.
       Tidak perlu tumbuh menjadi yang terbaik, nduk. Namun tumbuhlah sebaik yang kamu bisa.
       Jadilah apapun yang kau inginkan. Jadilah sebebas rajawali di cakrawala. Jadilah pelangi yang senantiasa melengkungkan asa. Jadilah kau terang seperti cahaya, cahaya kehidupan bagi orang-orang disekelilingmu.


#WeLoveYou #WeLoveYou #WeLoveYou #HappyBirthday #Happy22 #UpsTuaSekali
                                                              #Hahahahaa….. :p
P.S: 
            Kenapa aku memilih kado itu untukmu? Sangat sederhana. Kau ingat malam ketika mengantarku berobat ke apotek? Kau bercerita tentang keluarga kecilmu di Malang. Tentang Bapakmu, Ibumu, dan suasana khas kampung halaman yang kau rindukan. Kesibukan mengemban amanah umat memang meringkus habis waktumu untuk pulang dan menuntaskan kerinduanmu akan Malang tercinta. Suatu hari di toko buku, mataku tertumbuk pada buku itu. Sontak, ingatanku melayang padamu. Buku ini seolah tercipta untukmu. Iwan Setyawan, sang pengarang yang asli Malang seakan bercerita untukmu. Maka, kuharap buku itu dapat menjadi telaga penawar dahaga rindumu. Rindu akan sebentuk kehangatan keluarga didekap dinginnya hawa Kota Apel, Malang. Bacalah, kapanpun kau merasa lelah dan ingin pulang, nduk. Semoga kau menyukainya :)



Waktu kita di Medan. Bah! Habis berapa piring kau??





This entry was posted in

0 komen pemBACA:

Posting Komentar

Komentari yang sudah diBACA yuk :)