Bagi sahabat dan kawan-kawan muslimahku yang belum berhijab [tidak perlu saya
sebutkan satu per satu], yuk jangan ragu memulai, jangan ragu untuk berubah.
Apalagi untuk berubah menjadi lebih baik, insyaAllah.
Saya pun juga mengalami fase seperti yang kalian alami ketika SMA. Tapi
setelah melaksanakan kewajiban ini, saya menyesal. Menyesali kebodohan saya
yang tidak menyegerakan kewajiban ini. Jadi sebaiknya teman-teman mengakhiri
fase keraguan itu
Sedikit berbagi, sebelum saya memakai hijab di kelas 3 SMA, saya pun dilanda
ketakutan-ketakutan dan kecemasan-kecemasan yang ternyata tidak terbukti.
Saya ragu, dan cemas. Waktu itu pemakai hijab belum semarak sekarang ini. Di
lingkungan rumah saya dan pada waktu itu, jilbab belum menjadi 'fashion' .
Dalam mindset masyarakat (menurut saya pada waktu itu), wanita yang berhijab
pasti mereka yang memiliki pengetahuan dan ilmu agama yang dalam. Itu yang
menyebabkan saya ragu. Saya merasa belum pantas memakainya. Alhamdulillah guru
PAI baru saya yang bernama Pak Hajali (pindahan dari Kalimantan) dihadirkan
oleh Allah pada saat yang tepat. Beliau menyadarkan saya bahwa berhijab adalah
kewajiban, tidak peduli berapa dalam ilmu keislaman yang kau miliki. Beliau
bacakan ayat suci Al-Qur'an (yang pada waktu itu memang saya baca, namun belum
saya pahami benar isinya) tentang QS.An-Nur:31, QS.AL AHZAB:59, QS.Al-Ahzab:36
(cari dan baca sendiri ya, supaya lebih meresapi dengan usaha sendiri), dan
ayat-ayat pendukung lain. "Kalaupun kamu masih banyak dosa dan melakukan
kejahilan dalam beragama, maka setidaknya kau telah melaksanakan kewajibanmu
sebagai muslimah, yaitu berhijab," begitu jawab beliau waktu saya
menyampaikan alasan keraguan saya. Dan horizon saya mulai terbuka, hati saya
mulai bergetar, saya pun meragukan keraguan saya. Saya mulai ingin memakai
jilbab. Saya ingin menjadi muslimah yang seharusnya. Meski niat telah tertanam
akhirnya, saya tidak bisa serta merta berubah.
Saya masih takut, khawatir. Bagaimana jika saya dicemooh oleh teman-teman?
Bagaimana jika saya digunjing tetangga bahwa jilbab hanya saya jadikan kedok?
(Karena pada waktu itu saya tidak se-'alim' mereka yang sudah berhijab dari
awal, yang lulusan pesantren atau sekolah berbasis Islam). Maka kembali saya
berkesah pada guru PAI saya. Dan jawaban beliau: "Lebih takut mana kamu
sama Allah atau tetangga dan kawan2mu? Lebih takut mana kamu sama Sang Pencipta
atau makhluk ciptaan-Nya? Lebih takut mana kamu dikucilkan oleh teman
sepermainan atau dikucilkan dari surga Allah?" Saya terdiam, berpikir dan
merenung. Benar, saya seharusnya lebih takut pada Rabb Maha Pencipta yang
memiliki saya. Keinginan itu menguat, namun lagi-lagi saya tidak bisa serta
merta berubah.
Saya tidak lagi ragu, tidak lagi cemas, tidak lagi khawatir dan takut. Tapi
saya bingung. Bagaimana saya harus demikian drastis berubah. Pakaian saya
sebelumnya jauh dari pakaian syar'i muslimah. Dari dulu saya memang tidak
seperti remaja jaman sekarang yang gemar memakai hotpants atau celana lengan
pendek dan singlet (kaos tanpa lengan). Tidak... itu sama sekali memang bukan
saya. Tapi saya memang masih memakai celana atau rok selutut dan kaos pendek.
Pun dalam hal rambut, saya sama sekali belum berjilbab kecuali dalam
acara-acara kerohanian. Bagi saya waktu itu, rambut adalah mahkota kebanggaan
wanita. Saya sangat 'sayang' pada rambut saya, maka saya mengganti-ganti
tatanan rambut ketika ke sekolah. Terkadang saya kepang, kadang saya ikat
belakang, tidak jarang saya ikat ke samping ala-ala gadis desa, sering juga
saya memakai bandana, dan yang paling saya gemari adalah rambut terurai
(aahh... bodohnya saya di masa remaja itu, sungguh saya sesali). Kala itu saya
jadi bingung, saya tidak punya seragam lengan panjang. Saya tidak punya banyak
koleksi jilbab. Saya juga tidak punya banyak baju/celana panjang untuk
digunakan sehari-hari di rumah. Lalu bagaimana? Untuk membeli banyak baju dan
jilbab serta menjahitkan seragam saya tidak punya cukup tabungan. Untuk meminta
orang tua, saya tahu pun itu tak akan tercukupkan. Maka saya konsultasikan lagi
kepada guru PAI saya. Singkat sekali tanggapan beliau, "Islam itu agama
yang sederhana, Allah tidak akan mempersulit umat-Nya." Masih bingung
dengan tanggapan beliau, saya 'curhat' ke beberapa teman dekat saya.
Alhamdulillah, benar kata pak Hajali. Allah mempermudah niat baik umat-Nya.
Teman saya yang lulusan pondok pesantren dan sudah dari SMP berhijab,
menawarkan saya beberapa seragam-seragamnya yang sudah kekecilan dan tidak
terpakai. Maklum, saya berpostur kecil dan pendek sedangkan dia berpostur
tinggi.
Bahagia tidak terkira saya utarakan niat yang sudah bulat kepada ibu dan bapak,
tentu saja mereka mendukung. Sungguh syukur alhamdulillah. Allah memudahkan
saya. Sejak saat itu secara bertahap saya berubah penampilan, berproses untuk
berhijab syar'i, bahkan hingga sekarang
Awalnya, sambil melengkapi seragam 'baru' saya yang masih kurang, di rumah saya
mulai menutup aurat dengan berpakaian serba panjang. Kalaupun masih pakai kaos
pendek, saya pakai jaket/sweater saja, walaupun belum berjilbab. Saya tidak
lagi pakai celana/rok selutut, tapi celana panjang hingga tumit.
Jilbab untuk seragam sudah siap, di rumah pun sudah mulai berhijab, namun
seragam saya kurang satu: atasan pramuka lengan panjang. Akhirnya setelah
liburan semester genap, saya nekat mulai berhijab ke sekolah. Atasan pramuka
tetap lengan pendek. Tapi saya atasi dengan memakai sweater tiap Jumat-Sabtu.
Taraaa... tidak kelihatan kan Hingga pernah suatu kali, Jum'at pagi
ada razia guru tatib sekolah. Segala kelengkapan atribut seragam diperiksa
mulai dari topi hingga sepatu. Beliau menegur saya, "Lepas jaketnya? Ndak
sakit kok jaketan terus! Jangan membuat saya menyangka yang tidak tidak."
Saya tegang, harus menjawab apa. Dan dengan lirih saya adukan ke beliau dengan
jujur bahwa saya memakai lengan pendek. Beliau setengah tidak percaya,
"Alasan!" Maka saya jawab dengan pertanyaan: "Pak, haruskah saya
tidak jadi berhijab hanya karena saya tidak punya seragam??" Beliau tanpa
kata pergi memeriksa siswa lain. Artinya saya diampuni. Alhamdulillah. Satu
lagi bukti bahwa Allah tidak pernah mempersulit hamba-Nya.
Satu tahun terakhir di SMA, saya terus sambil berbenah. Mulai dari berhijab
tapi pakaian masih ketat dan pakai celana, lalu mulai memakai yang lebih
longgar dan tidak memakai celana jeans, setelah itu di akhir-akhir mulai
memakai rok. Dan alhamdulillah sampai sekarang saya lebih nyaman memakai rok
daripada celana. Saya pun menyadari, sampai sekarang cara berpakaian saya masih
harus terus diperbaiki. Yang jelas, saya bersyukur telah berani memulai. Karena
TANPA MEMULAI, SAYA TIDAK AKAN BERPROSES sampai sejauh ini. Kau tidak akan
berjalan jauh tanpa memulai SATU LANGKAH.
*special thanking untuk Pak Hajali yang telah menjadi jalan perantara hidayah
Allah bagi saya, yang membukakan hati dan menguatkan niat awal saya.
Teman-teman dan sahabatku, meskipun ini aib lamaku, aku tidak segan berbagi.
Ambillah ibrah (pelajaran) dari pengalamanku. Aku menyayangimu sebagai saudara
seiman. Semoga catatan kecil ini mengantarmu pada pencerahan hati dan pikiranmu
serta menyibak keraguanmu untuk menegakkan syariat Islam, agamamu. YUK BERHIJAB
Saudari seimanku, catatan ini akan menjadi sia-sia kecuali jika kau
mengindahkannya. Dengan apa? Dengan membuka hatimu sendiri untuk menerima ibrah
di dalamnya. Sebab, Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali mereka
merubah nasibnya sendiri.
YOU HAVE CHOICE AND IT'S YOUR RIGHT TO CHOOSE.
Keputusan ada di tanganmu.
Putuskanlah yang terbaik bagimu dan orang-orang di sekitarmu.
Semoga bermanfaat
@DwisRiyuka
Jangan sampai KAIN KAFAN menjadi hijab kita yang pertama dan terakhir. Naudzubillah... |
Kenapa masih takut? Kenapa masih ragu? Apapun kesulitanmu, yakinlah Allah pasti akan mempermudah niat mulia umat-Nya. |
Aurat wanita itu seluruh badan, kecuali muka dan telapak tangan. Buruan tutup aurat kamu sebelum menyesal 'Kenapa gak dari dulu?' |
Introspeksi selalu. Sudah tahap berapa nih perubahanmu? |
Udah berjilbab sih. Tapi ternyata ada cara berjilbab yang kurang benar sesuai syariat. Yuk kita hindari berhijab model menyerupai 'punuk unta' |
Sudah berjilbab belum berarti sudah sempurna kan?? Hindari ini yang untuk menyempurnakan. INGAT, jilbab bukan tren fashion! |
Rambutnya panjang ya, Ukh? Yasudah... caranya kayak gini aja biar gak menyerupai punuk onta |
Singkatnya, terus perbaiki diri, hingga syar'i |
Kita yang sudah berhijab belum berarti sudah sempurna. Yuk kita koreksi diri dan luruskan niat untuk menyempurnakan. Terapkan checklist ini :) |